Pertanyaan:
Saya pernah mendengar bahwa jika seorang wanita tidak menuntut mahar yang tinggi ketika dinikahi, itu pertanda bahwa wanita tersebut berkah. Apakah ini benar? Jazakumullah khayran.
Jawaban:
Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,
Apa yang disebutkan dalam pertanyaan adalah sebuah kebenaran. Bahwa salah satu tanda wanita yang penuh keberkahan adalah ia tidak menuntut mahar yang tinggi, memudahkan urusan mahar dan juga tidak banyak menuntut dalam urusan nafkah ketika sudah menikah.
Karena berarti wanita yang demikian adalah wanita yang memahami dengan sebenar-benarnya firman Allah ta’ala:
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Rabb-mu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS al-Isra : 30).
Bahwa urusan rezeki adalah pembagian Allah kepada para hamba-Nya. Tugas hamba adalah berusaha mencari rezeki tidak berpangku tangan. Namun masalah rezeki yang didapatkan banyak atau sedikit, itu adalah keputusan Allah Maha Adil, yang wajib kita ridhai.
Wanita yang memahami ini dengan baik, sungguh wanita yang diberikan banyak keberkahan oleh Allah.
Dalam hadits dari Aisyah radhiyallahu’anha, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ أعظَمَ النكاحِ بَرَكةً أيسَرُه مؤونةً
“Pernikahan yang paling berkah adalah yang paling mudah nafkahnya”.
Dalam lafadz yang lain:
أعظمُ النِّساءِ بَرَكةً أيسَرُهُنَّ مُؤْنةً
“Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling mudah nafkahnya”.
Mu’nah artinya makanan pokok atau nafkah. Artinya pernikahan itu berkah jika sang istri tidak terlalu banyak menuntut dalam hal nafkah.
Dalam lafadz yang lain:
أخفُّ النِّساءِ صَداقًا أعظَمُهُنَّ بَركةً
“Wanita yang paling mudah maharnya adalah yang paling besar berkahnya”.
Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no.24529), An-Nasai dalam Al-Kubra (no.9229), Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (no.16384), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.2732), dari jalan Hammad bin Salamah, dari Ibnu Sakhbarah, dari Al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah radhiyallahu’anha, dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Para ulama berselisih pendapat siapa itu Ibnu Sakhbarah dalam sanad ini? Jumhur ulama mengatakan bahwa Ibnu Sakhbarah adalah Isa bin Maimun Al-Wasithi, yang merupakan perawi yang matruk. Sehingga jumhur ulama hadits mendhaifkan hadits tersebut. Di antara ulama yang mendhaifkan adalah As-Sakhawi, Asy-Syaukani, Syu’aib Al-Arnauth, Al-Buhuti, Ali Al-Qari, dan Al-Albani.
Sebagian ulama seperti Ibnu Ma’in, mengatakan bahwa Ibnu Sakhbarah adalah Ibnu Tulaidan, yang merupakan perawi yang hasan haditsnya. Sehingga hadits di atas hasan, sebagaimana pendapat Al-hafizh Al-Iraqi.
Namun ‘ala kulli haal, makna hadits ini shahih dan bersesuaian dengan hadits lain dari Aisyah radhiyallahu’anha, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ: تَيْسِيرَ خِطْبَتِهَا ، وَتَيْسِيرَ صَدَاقِهَا ، وَتَيْسِيرَ رَحِمِهَا
“Di antara tanda keberkahan seorang wanita adalah: mudah dilamar, mudah maharnya, dan mudah melahirkan anak” (HR. Ahmad no.24478, dihasankan Al-Albani dalam Irwaul Ghalil no.1928).
Demikian juga hadits dari Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
خَيرُ الصَّداقِ أَيْسرُه
“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah” (HR. Al-Hakim no. 2780, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no.3279).
Dengan demikian, betul bahwa wanita yang berkah adalah yang tidak terlalu menuntut mahar yang tinggi dan tidak terlalu banyak tuntutan dalam masalah nafkah.
Ali Al-Qari rahimahullah mengatakan:
أَسْهَلُهُ ( مُؤْنَةٌ ) أَيْ: مِنَ الْمَهْرِ وَالنَّفَقَةِ؛ لِلدَّلَالَةِ عَلَى الْقَنَاعَةِ الَّتِي هِيَ كَنْزٌ لَا يَنْفَدُ وَلَا يَفْنَى
“Wanita yang berkah adalah yang paling mudah mu’nah-nya. Maksudnya mudah mahar dan nafkahnya. Karena ini menunjukkan ia wanita yang qana’ah dan sifat qana’ah adalah harta karun yang tidak akan habis dan tidak akan sirna” (Mirqatul Mafatih, 5/2049).
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/42400-benarkah-mahar-yang-mudah-adalah-tanda-keberkahan.html